Sunday, December 30, 2007


HAMKA DI MATA UMAT

Oleh Nasir Tamara, Buntaran Sanusi, Vincent Jauhari

Dalam pembicaraan-pembicaraan terpisah dengan empat orang ulama terkemuka di Sumatera Baarat bulan November 1981 saya mendapat beberapa keterangan yang satu sama lain lebih bersifat saling menjelaskan dan saling melengkapkan. Saya akan merangkaikan pendapat mereka menurut permasalahannya. Tidak menurut urutan pembicaraan dengan masing-masing tokoh satu persatu. Maksudnya, untuk menghindari perulangan hal-hal yang sama.

Mereka itu ialah Zainal Abidin Soe’aib, H.D.P. Sati Alimin, H. Haroun’l Ma’any dan H.M.D. Palimo Kayo. Dan disamping mereka itu masih ada lagi pembicaraan dengan sastrawan A.A Navis daan sosiolog Dr. Mochtar Naim.

Cerita tentang Haamka dengan istrinya yang pertama, Siti Raham (almarhumah) diberikan oleh sahabat karib Hamka, Zainal Abidin Soe’aib. Persahabatan mereka bagaikan saudara kandung. Sampai kepada anak-anak mereka. Kampungpun berdekatan. Meskipun waktu kanak-kanak mereka tidaklah berkenalan.
Menurut H.D.P. Sati Alimin, bekas anggota Minangkabauraad, penulis cukup banyak buku sekitar dunia Islam. Ia baru saaja selesai mengumpulkan naskah kuliah-kuliah tentang Ilmu Perbandingan Agama yang diberikannya di beberapa Perguruan Tinggi di Sumatera Barat yang akan diterbitkan dengan judul “Agama-Agama di Dunia”. Ia minta kata pengantar untuk buku itu sebelum diterbitkan, dari Haamka. Sayang, keinginan itu tak sempat terkabul meskipun Hamka sudah menyatakan kesediannya.
Tentang kelemahan Hamka menurut H.D.P.Sati Alimin,”terkadang terlalu menurutkan angin, hingga terlihat sebagai tidak konsekuen.” Maksudnya dalam suasana-suasana politik tertentu.

Secara pribadi H.D.P. Sati Alimin sebetulnya jauh lebih dekat dengan Muhamad Natsir daripada dengan Hamka. Beliau menjusun kedua jilid Capita Selecta, kumpulan tulisan-tulisan M. Natsir. Namun ia cukup kenal dengan Hamka dan perjuangannya. Cukup sering berkunjung ke rumah Hamka. “Adakalanya kami berbeda pendapat. Seperti melihat bunga lalang dan bunga kapas, bagi Hamka yang sastrawan yang menarik adalah warna putihnya yang berkilau, yang menyanyi ditiup angin. Jadi bukan kegunaannya. Begitulah misalnya. Saya piker itu termasuk kelemahannya. Tetapi bukankah kesastrawannya itu yang justru merupakan kelebihan dan keistimewaanya dibandingkan dengan ulama-ulama yang lain? Wah, bicara soal kelemahan Hamka ternyata cukup sulit.” Katanya sambil mengaruk-garuk kepala.

“Hati saya selalu merasa cemburu penuh kekaguman terhadap Hamka. Di sat-saat yang mentukan ia tegak sebagai martyr. Ketika ditangkap Soekarno namanya dan martabatnya selangit di mata banyak orang.”
Sehubungan dengan wafatnya Hamka dan mundurnya dari pimpinan Majelis Ulama Indonesia, ia menyatakan perasaannya dengan menulis sajak:

Hamka sahabatku
Engkau pergi di hari mulya, di bulan mulya
Dalam pelukan Ramadhan yang sucih
Setelah Tafsir Al-Quranmu kau selesaikan
Engkau pergi tanpa embel-embel dunia
Kembali menghadapNya sebagai hamba yang polos.

(Sajak ini didiktekan kepada sya tanpa naskah asli. Hanya dengan mengucapkannya saja, pen.)

Friday, September 14, 2007

Masa Muda.


Menurut cerita pada masa mudanya pernah menulis novel! Yang kita tahu Papa sukses sebagai ulama, penulis non-fiksi, dan karirnya di pemerintahan.

Monday, September 3, 2007

Sosok Seorang Ayah


GURUKU D.P. SATI ALIMIN (Menyongsong Peringatan Hardiknas 2 Mei 2002)

Pada tahun 1941, ketika Pemerintahan Hindia Belanda (Indonesia) menghadapi perang menghadapi Jepang, sekolah kami Sekolah Rakyat tujuh tahun (nama resmi Belanda itu adalah: H.I.S (Holands Inlandse School) mendapatkan seorang guru baru untuk pelajaran Bahasa Melayu (Belanda malah melarang pemakaian kata Bahasa Indonesia). Beliau adalah satu-satunya guru yang berbahasa Indonesia (Melayu) dengan kami. Guru-guru lainnya, ada yang memang berbangsa Belanda, selalu memakai bahasa Belanda. Bahasa pengantar untuk belajar memang bahasa Belanda. Air mukanya selalu seperti tersenyum dan beliau amat ramah dengan murid-murid. Pak Alimin baru lulus sekolah guru, yang ketika itu disebut Normaal School,yg artinya Sekolah Normaal. Akan tetapi lulusan sekolah Normaal itu amat terkenal untuk mengajar di sekolah dasar. Setahu saya di Sumatera Barat waktu itu hanya ada satu Sekolah Normaal, yaitu di Padang Panjang. Pak Alimin mengajar di kelas lima, kelas yg saya sedang berada. Karena beliau satu-satunya guru bahasa Melayu, maka beliau juga mengajar dikelas enam dan kelas tujuh. Apa yg begitu menarik bagi kami para muridnya waktu itu tentang sosok Pak Alimin ini? Ialah cara beliau mengajarkan bahasa Melayu, dan materi yg dikaitkannya dengan pelajaran bahasa Melayu itu. Dalam mengajarkan bahasa Melayu, Pak Alimin selalu menjalinkannya dengan sari-sari keimanan dan taqwa dalam agama Islam.

Prof. Dr. Busthanul Arifin, S.H.
Mantan Ketua Muda
Mahkamah Agung RI.


Tempat Suci

Friday, August 31, 2007

DI KAKI HIRA'

DI KAKI HIRA'

Di puncak tanjung munggu batu,

aku tengadah, ke bukit-bukit terjal: Jabal Nur,
azmat...., terpaku kuat ke bumi Tuhan,
langit diatasnya biru bening.

"Mengapa ya Muhammad"
dalam usia muda-tampan 30-40-an
engkauberpanas-berembun siang-malam di bukit-batu
menyisih dari kemegahan Quresi......,
Bila tak ada sesuatu yang mendesak dari dalam.....?

Ganjil bila direnungkan,
walaupun engkau asal Mekah,
taoi, Siapa yang membisikkan bahwa di bukit-batu
yang jauh dari Mekah ini,
ada gua-batu yang sangat aman dan damai,
yang memungkinkan memandang Mekah,
dengan segala kemegahan palsunya,
dan achirnya memungkinkan turun atasmu Wahyu Suci!

Di puncak tanjuan munggung batu,
aku merasakan, malah serasa aku menampak,
betapa hebatnya,.....Jibril datang memagut engkau
dengan sayapnya yang putih bersih,
membentang memerah-langit
dan aku merasa menampak,
engkau bergegas turun menuju pulang,
ke rumah Ibu kami Ummul-Mukminin,
aku dapat merasakan,
engkau sampai berkata: selimuti aku, selimuti aku!
engkau takut,...takut,...tapi rindu,
Memang engkau telah berhubung dengan Alam Malaku
engkau telah dipilih dan diangkat jadi Rasululullah!
...Ini kejadian seribu-empat-ratus-tahun-lalu.

Dan wahyu yang turun kepadamu itulah,
masih membahana-terus sampai kini,
menentang segala kegelapan,
di Planit bumi,
Ya Muhammad, benar-benar engkau Rasullullah.....!


Kaki Jabal Nur 24 Zulhijah 1392H, 9 Februari 1972M

Bersama M. Natsir

Bersama M. Natsir, mantan Perdana Menteri RI pertama.
Tidak banyak yang kita ketahui tentang apa yang dilakukan Papa semasa perjuangan fisik melawan penjajahan Belanda. Karena memang Papa tidak banyak cerita tentang dirinya terutama apa yang dilakukannya semasa revolusi kemerdekaan. Ada yang bilang bahwa pada masa mudanya Papa pernah menulis novel. Tapi ada sedikit yang kita tahu dari buku Prof Buya Hamka ' Kenang-Kenangan Hidup' yang diberikan Papa waktu kalau tidak salah setelah Tony tinggal di Australia.

"Asal semangat iman teguh kuat, Belanda tidak akan dapat menaklukkan kita!"

Sehabis makan minum, diapun meneruskan perjalannya. Dan kawannya Datuk Penghulu Sati Alimin, rupanya bersembunyi di kampung itu pula. Diiringkan oleh kawan itu, dia pun meneruskan perjalanan. Di Tanjung Bunga mereka bermalam! (hal 205).

Wednesday, August 29, 2007

Bangil, 1941

Mengunjungi A. Hasan, ulama Islam terkenal di Bangil, yang juga mentor Bung Karno.